Fariduddin Attar, Si Penjual Minyak Wangi

Fariduddin Attar adalah seorang penyair sufi yang terkenal. Salah satu karyanya yang abadi adalah Mantiqut Thair (Musyawarah Burung), kumpulan puisi yang berisi ajaran-ajaran sufistik, dengan penggunaan kata-kata yang sarat akan metafor, tentang pencarian Simurgh sang raja burung.

Ialah sosok yang memberikan sebuah buku kepada Jalaluddin Rumi sewaktu Rumi masih muda. Selain menghadiahi buku, Attar juga mengatakan sesuatu yang tak pernah dilupakan oleh Rumi. Attar saat itu meramal, bahwa suatu saat nanti Rumi akan menjadi sosok besar nan dikenal dunia.

Nama lengkapnya adalah Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim. Fariduddin Attar merupakan nama julukan yang diberikan kepadanya saat masih muda. Julukan lain yang diterimanya adalah Si Penyebar Wangi. Attar lahir pada tahun 1120 Masehi di kota Nishapur. Attar wafat pada tahun 1230 Masehi.

Fariduddin Attar lahir di Desa Kerken pada masa pemerintahan Sultan Sanjar. Setelah berusia beberapa tahun, Attar dan ayahnya berpindah tempat tinggal ke Schadbakh. Ayahnya mendirikan sebuah toko obat di daerah tersebut.

Setelah ayahnya meninggal dunia, Attar mewarisi toko tersebut dan tetap menekuni perdagangan obat-obatan. Keluarga Attar memang dikenal sebagai ahli yang bekerja di bidang perdagangan dan kesehatan. Keluarganya secara khusus menekuni perdagangan obat-obatan tradisonal. Attar adalah nama julukan yang diberikan kepadanya. Attar sendiri berarti ahli kimia atau peramu minyak wangi. Masa mudanya dilalui dengan mengelola toko obat. Attar termasuk orang kaya di kota Nishapur. Toko obatnya mempekerjakan lebih dari 30 orang pekerja.

Hidupnya berubah karena dialog singkat dengan seorang fakir miskin di tokonya. Suatu hari, toko minyak wanginya yang besar itu, didatangi seorang fakir miskin yang sudah tua renta. Karena berperilaku aneh, Attar segera bangkit dari tempat duduknya dan mengusir orang tua miskin yang di sangkanya pengemis itu. Orang tua miskin itu pun menjawab dengan tenang.

“Jangankan meningkalkan tokomu, meninggalkan dunia dan kemegahan dunia ini bagiku tidak sukar! Tetapi bagaimana dengan kau? Dapatkah kau meninggalkan kekayaanmu, tokomu dan dunia ini?” Jawab si orang miskin tadi.

Attar pun tersentak. Lalu, dengan spontan pula, Attar menjawab lantang, “Bagiku juga tidak sukar meninggalkan duniaku yang penuh kemewahan ini!”

Sebelum Attar selesai menjawab, orang tua itu jatuh dan meninggal di tempat. Attar terkejut. Kemudian, besoknya ia menguburkan orang tua miskin itu. Dari kejadian itu, Attar kemudian menyerahkan toko miliknya kepada sanak saudaranya.

Attar mulai melakukan pengembaraan ke berbagai negeri untuk belajar ilmu tasawuf. Attar mengembara selama 39 tahun. Attar mulai belajar ilmu tasawuf dari Syekh Buknaddin. Guru tasawufnya yang lain adalah Abu Sa’id bin Abil Khair.

Attar juga belajar dari berbagai sufi lain yang bermukim di suatu daerah yang dilaluinya. Attar tidak belajar hanya dengan mendengar, ia juga mencatat segala pemikiran para sufi itu. Attar mengembara ke negara-negara di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan.

Setelah mengakhiri pengembaraan, Attar kembali ke Nishapur. Attar tinggal di Nishapur hingga akhir hayatnya. Attar dimakamkan di sebuah komplek pemakaman di Nishapur. Makamnya berada di taman yang ada di area tengah komplek pemakaman. Makamnya memiliki kubah yang berwarna biru langit. Kubah ini dihiasi oleh kaligrafi dan mozaik bergaya khas Persia.

KARYA

Setelah melakukan pengembaraan yang panjang, Attar kembali ke Nishapur untuk memberi pengajaran kepada orang-orang di kota itu. Pengajarannya disamapaikan dalam bentuk cerita yang ditulis dalam buku-buku yang dibuatnya. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Tadzkiratul Awliya, Ilah Nameh, Asrar Nameh, Musibat Nameh, dan Mantiqut Thair.

PEMIKIRAN

Konsep manusia paripurna ditemukan dalam pencarian Simurgh dalam buku Mantiqut Thair. Pengenalan terhadap diri sendiri termasuk dalam konsep manusia paripurna. Konsep ini menyatakan di dalam diri manusia terdapat konsep kesempurnaan. Kesempurnaan ruhani hanya dapat diperoleh dengan mengenal dan memahami diri sendiri.

Dengan paham ini, manusia akan melakukan perbaikan sikap dan sifat dirinya sebelum melakukan penilaian terhadap orang lain. Dalam karya-karyanya, Attar juga ingin menyampaikan mengenai keberagaman manusia beserta keberagaman persoalan hidup manusia. Attar berusaha mengingatkan manusia tentang hakikat penciptaannya.

GELAR

Para sufi lainnya memberikan gelar S'aitu as-Salikin' atau 'Cambuk Sufi' kepada Attar. Pemberian gelar ini dasari oleh kemampuan Attar dalam membuat puisi. Melalui tema ketuhanan, Attar mampu membangkitkan gairah kerinduan dan cinta di dalam diri para sufi kepada Allah.